Doktor Shobirin Muchlis, menyelesaikan studi doktoralnya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitiannya diawali dengan keresahan hatinya, dikarenakan maraknya statement di kalangan non government organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), baik nasional maupun internasional yang menyatakan bahwa program penyelenggaraan transmigrasi merupakan penyumbang utama deforestation yang berakibat terhadap rusaknya natural resources dan turunnya environmental quality. Menurut mereka, program tersebut yang diawali dengan pembabatan hutan hujan tropis, penggundulan vegetasi lainnya, berdampak pada kerusakan lingkungan.
Memang aktifitas seperti tersebut di atas pada skala luas menyebabkan terganggunya siklus hidrologi dan berakibat terhadap perubahan pergantian musim yang tidak menentu. Musim kemarau bisa saja dalam setahun menjadi panjang sehingga mendatangkan banyak petaka, contohnya pada lahan pertanian yang tidak dapat menghasilkan untuk kebutuhan kehidupan dan juga pada musim seperti tersebut sulitnya mendapatkan air bersih. Begitu sebaliknya di musim hujan dapat juga menjadi panjang. Pada proses perjalanan jatuhnya butiran air hujan dari atas akan cepat menggerus top soil, karena tidak terdapat vegetasi sebagai penahan, sehingga terjadi erosi, banjir tidak terelakan terjadi di setiap sudut dataran, penyakit diare dan kulit mewabah. Keseriusan dari kerusakan alam tersebut menyebabkan degradasi lahan yang berakibat pada kawasan secara luas menjadi lahan kritis dan tidak dapat berproduksi secara optimal.
Berangkat dari kerisauan tersebut maka awal tahun 1995, sewaktu menjabat sebagai Kepala Bidang Perencanaan Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPH di Kalimantan Timur, mulai mengumpulkan data-data teknis, apakah benar program transmigrasi begitu dahsyat dampak negatifnya terhadap kerusakan lingkungan, sementara di dalam hutan belantara banyak aktivitas penambangan yang illegal.
Setelah kembali ke Jakarta pada akhir tahun 1999, dimana Deptrans dan PPH dibubarkan dan berbagai pertimbangan maka pada tahun 2003 melanjutkan studi S3 di IPB. Bidang yang ditekuninya sumberdaya alam, khususnya lahan yang terkait dengan pertambangan sebagai obyek penelitian. Hasil penelitiannya dipertahankan di hadapan Senat Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) dan para pakar, praktisi pertambangan, membuktikan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan akan mendatangkan petaka bagi kehidupan. Sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam khususnya lahan yang terkait dengan pertambangan dengan model-model reklamasi yang berbasis agroforestri, perkebunan, pertanian hortikultura akan mensejahterakan rakyat dengan tingkat penghasilan per ha dengan komoditas yang berorientasi pasar akan mensejahterakan masyarakat secara ekonomi, dengan kata lain disamping dapat melampaui kebutuhan dasar kehidupan per kepala rumah tangga (KK), masyarakat dapat menabung.
Pengelolaan sumberdaya alam yang selalu berbasis kepada keseimbangan ekologi, sosial ekonomi, sosial budaya, teknologi dan peraturan perundangan yang berlaku adalah contoh sustainable development, dimana “pembangunan yang dilakukan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan manusia atau penduduk saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa yang akan datang”. Filosofi desertasi tersebut diatas sebagai landasan kebijakannnya dalam tugas sehari-harinya saat ini sebagai Direktur Penyediaan Tanah untuk keperluan pembangunan transmigrasi, pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Ketekunan dan kesabarannya menyelesaikan studi pada usia yang tidak muda lagi disamping tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai negeri sipil yang sangat membutuhkan perhatian yang serius merupakan anugerah Illahi yang selalu disyukurinya Begitupun dalam meniti karir sebagai pegawai negeri sipil dimulai dari pegawai honorer yang ditempatkan jauh terpencil di tepi Gunung Semeru, sampai pada jabatan Direktur di Jakarta, hanya berbekal ketekunan, kesabaran dan berdoa kepada llahi Robbi. Menurut hadist Nabi Muhammad saw “Siapa saja yang menyabarkan dirinya, maka Allah pun akan memberikan kasih sayang kepadanya serta dengan kesabaran hanya oleh karena Nya maka Allah swt akan memberikan anugerah lebih baik dan lebih lapang melebihi kesabarannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Perjalanan Penempaan Karakter dan Pilihan Pengabdiannya.
Awal penugasannya sebagai calon pegawai negeri sipil pada tahun 1980 di Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Sungai dan Penanganan Bencana Alam Gunung Berapi seperti disampaikan di atas, dimulai pada proyek Gunung Semeru di kota kecil Lumajang. Tugas utamanya menyediakan data pengukuran untuk perencanaan pembuatan pengalihan semburan lahar. Data tersebut juga digunakan untuk menentukan posisi sabodam, consolidation dam dan untuk perencanaan masterplan penanganan bencana Gunung Semeru secara komperhensif. Disamping tugas utama tadi, ada tugas pokok, yaitu mengukur sedimentasi di waduk-waduk akibat semburan lahar yang berlangsung setiap 20 menit.
Banyak suka dukanya pada penugasan tersebut, sewaktu mendapat pembagian kendaraan roda dua, motor merek Honda CB 100 CC, saya berikan pada staf juru ukur andalan saya. Hal itu saya lakukan agar staf juru ukur saya senang dan tidak pindah kerja ke konsultan swasta yang gajinya lebih besar. Orang-orang proyek saat itu banyak memuji saya, mereka pikir saya sangat memperhatikan dengan pegawai golongan rendah dan saya cukup menggunakan becak atau naik dokar setiap ke kantor. Padahal sejujurnya kalau staf juru ukur saya tersebut pindah atau tidak betah/kerasan, saya pun siap-siap berangkat ke terminal bis, pindah juga. Hal ini saya sadari karena saya ini “baru” sarjana Geodesi belum menjadi geodet karena sewaktu mahasiswa tidak pernah mendapat order pengukuran dari senior. Saya bersyukur karena penugasan di proyek Gunung Semeru dijalani hanya selama 8 bulan.
Menjelang akhir tahun 80-an ditugaskan di proyek air bersih untuk lokasi-lokasi transmigrasi. Penugasan ini dilakukannya di hutan-hutan belantara bersama tim geolistrik, disamping hanya ilmu ukur tanah yang sangat sederhana yang dipakal. Hal yang paling menarik adalah pengalaman menimba ilmu praktis yang sangat baru diluar yang diperoleh di bangku kuliah yaitu bagaimana menghitung dan menemukan lapisan aquafer yang di dalamnya terdapat kandungan air tanah, sungguh sangat menyenangkan di dalam hutan yang masih sangat perawan, terdapat berbagai buah yang dimakan kera juga enak dimakan manusia, mau minum air segar tinggal potong rotan keluarlah air yang sangat higienis.
Pada pertengahan tahun 1981 ditugaskan di Timor Timur, Kabupaten Mallana selama 3 bulan untuk bergabung dengan tim terpadu lintas departemen untuk penempatan petani teladan dari provinsi Bali. Saat itu saya ditunjuk oleh pimpinan untuk menjadi koordinator tim perencana yang membawahi tim teknis pengukuran, tim teknis perencanaan sarana dan prasarana dan tim teknis sosial budaya. Saat itu saya mungkin orang yang paling repot, segala buku dan stensilan petunjuk praktikum pengukuran lab-nya pak Harto (kep. Lab. pengukuran pada tahun 70’an di gedung kawasan Sekip) kupelajari saat semua anggota tím tidur pulas, hal itu kulakukan dengan kesungguhan yang luar biasa sebagai bahan briefing sebelum tim berangkat ke lapangan, agar semua pekerjaan berjalan dengan baik. Meskipun saat itu usia saya masih sangat muda, tetapi semua anggota tim respect terhadap kepemimpinan saya di lapangan. Bekat keberhasilan seluruh anggota tim Timor-Timur, pada November tahun 1981 saya mulai bergabung dengan kawan-kawan yang sudah lebih dulu di Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah Ditjen Cipta Karya. Saat itu banyak pekerjaan perencanaan lokasi transmigrasi yang dilakukan secara swakelola. Pada setiap penugasan perencanaan lokasi untuk permukiman Transmigrasi setingkat Satuan Permukiman (SP) selalu diserahi tugas untuk mermimpin tim.
Pengalaman keluar masuk hutan lebat di berbagai pulau, terkadang sampai berbulan-bulan di tengah hutan, dan bertemu dengan berbagai etnik (suku) mengukuhkan dan menempa serta mewarnai karakter pribadi saya.
Sewaktu masih di tengah hutan Sulawesi Tenggara dalam tim perencanaan lokasi transmigrasi di Wowotobi, salah satu teman yang datang untuk membawa surat perintah (SK) agar saya segera pulang ke Jakarta menghadap pimpinan Direktorat untuk menerima perintah sebagai Project Officer perencanaan bantuan Bank Dunia di Kalimantan Barat. Rasa senang yang luar biasa, bahagia dan haru berkecamuk di dalam hatiku namun demikian timbul kegundahan, dapatkah saya menyelesaikan tugas yang sangat besar itu. Dengan berbekal keyakinan dan percaya diri, berangkatlah saya melaksanakan tugas yang sangat prestigious itu.
Usia saya belum genap 30 tahun, dimana emosi masih meledak-ledak, saya tidak menyangka bahwa saya harus memimpin lebih 75 orang asing dan 80 engineer lokal yang mempunyai kisahlah 17 disiplin limu. Di lapangan lebih 300 surveyor melakukan pengumpulan cata untuk perencanaan kawasan Transmigrasi yang terbagi empat puluh empat (44) Satuan Kawasan Permukiman (SKP) yang equivalen hampir satu juta ha. Waktu kerja yang ditetapkan hampir 4 tahun, dan kami harus menetap di kota Pontianak. Pada awal kedatanganku ada hal yang paling gelli kualami, sewaktu saya menginjakan pertama kalinya di airport Supadio di Kalimantan Barat, ada kulihat dua orang asing dan tiga orang perwakilan konsultan nasional, dan tersedia tiga mobill. Hingga orang terakhir penumpang pesawat yang datang dan Jakarta itu tinggal saya sendiri dan sudah tidak ada taxi lagi. Saya melihat kelima orang tersebut masih dungak-dlunguk sepertinya mencari orang yang akan dijemput, dan berkal kali menatap saya dari bawah hingga ke bagian wajah sambil mengacuhkannya. Saat yang bersamaan pada waktu itu saya ditawani seseorang untuk ikut ke kota dengan sepeda motor butut karena airport segera akan ditutup, sayapun ikut. Saya memohon agar diantarkan ke hotel Dharma (saat itu hotel yang paling mewah), Malamnya perwakilan dari dua konsultan Internasional dan dua konsultan Nasional menanyakan pada pihak hotel apakah ada nama saya menginap di situ. Pada hotel tersebut ternyata ada acara “Well Came Dinner” untuk menyambut saya. Betapa terkejutnya lima orang pimpinan yang menjemput saya tadi di airport Supadio, mereka sebenarnya telah bertemu dengan saya, tetapi beliau acuh tak acuh Saat itu pakalanku yang kupakai hanya kaos oblong dan celana jean belel, sepatu ket yang yang wamanya sudah tidak jelas, wah…wah rupanya penampilan luar juga berpengaruh.
Pengalaman saya sebagai kapten kesebelasan sepakbola di berbagai event pertandingan sewaktu masih remaja, ternyata bermanfaat dalam memimpin para expatriate engineer dan engineer lokal dari berbagai disiplin ilmu untuk menyelesaikan pekerjaan besar yang saling terkait menjadi suatu sistem.
Selesai penugasan di Kalimantan Barat pada tahun 1986, saya dipindahkan ke Kallimantan Timur untuk pekerjaan yang sama dengan konsultan dari Filipina selam 27 bulan atau dua tahun lebih 3 bulan. Di tengah-tengah kesibukan selama tugas baik di Kalimantan Barat, maupun di Kalimantan Timur, bersama sahabat karib saudara DR. Muchtar if (saat itu belau bertugas di Kalimantan Tengah pada posisi yang sama dengan saya). berkesempatan keliling Eropa, Asia Tenggara, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalarn melaksanakan tugas-tugas melalui pelatihan-pelatihan formal.
Penugasan yang tidak pernah henti di pedalaman Kalimantan banyak pengalaman selama 4 tahun di Kalimantan Barat, dan 27 bulan di Kalimantan Timur. Pertemuan dengan berbagai kepala suku adat, berbaur menjadi satu dengan saudara dari etnis dayak, melayu, cina, batak, bugis, banjat, kutal, jawa, sampai pertemuan-pertemuan formal dengan penguasa setempat mewarnai karakter saya. Proses belajar yang tidak henti-hetinya dalam kehidupan, serta pengalamanku bergaul dengan masyarakat yang terpinggirkan di desa desa, Renyakinanku makin kuat untuk memilih pengabdianku dalam hidup ini sebagai abdi negara.
Perjananan Karir Struktural di PNS.
Pada pertengahan tahun 1989 mulai babak baru, pulang ke Jakarta diangkat sebagai Kepala Seksi Wilayah Pengembangan Wilayah Baru, pada direktorat Bina Program Den Permukiman, disamping masih diserahi tugas sebagai Project Officer SSDP (second st development programme) untuk delapan Provinsi dan berkedudukan di Jakarta. Saya sangat beruntung karena anggota stalku terdapat delapan orang sarjana dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tidak terlalu sulit untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan.
Satu tahun kemudian pada tahun 1990 dipindahkan ke Direktorat Penyediaan Areal (PAP) sebagai Kepala Seksi Pengukuran Topografi, setelah meletakan dasar-dasar kerangka kerja pengukuran sebagai acuan kerja, pada tahun 1991 dipindahkan sebagai Kepala Seksi Wilayah Maluku dan Irian Barat. Saat itulah hampir tiap dua kali dalam sebulan saya harus berada di kedua wilayah tersebut. Bergaul, berbaur dan tidur dikampung-kampung bersama-sama kepala suku/adat atau Ondoapi untuk wilayah yang saat ini disebut Papua. Hal itu untuk melakukan sosialisasi pembangunan transmigrasi yang membutuhkan tanah-tanah adat mereka, hasilnya sangat memuaskan.
Dua tahun kemudian pada tahun 1993, dipindahkan sebagai Kepala Seksi Sengketa Tanah, pekerjaan ini sangat melelahkan. Permasalahan pertanahan mulai muncul, saya dan kawan-kawan harus tampil di depan di setiap sengketa tanah terjadi di lapangan, tidak jarang dicerca bahkan ludah dari mulut orang yang bau kerap melekat di wajah saya. Masa sulit yang kualami dan hampir putus asa tersebut kulewati selama dua setengah tahun.
Pada suatu hari di bulan Puasa pada akhir tahun 1995, setelah buka puasa saya ditelpon oleh Dirjen Pankim saat itu Bapak Ir. H. Widarbo Darmosoesilo, untuk menghadap di kantor, saya akan dikenalkan kepada Bapak SekJen, Bapak Mayor Jendral ZA Maulani. Saya tidak menyangka disalami dengan hangat, dan beliau mengucapkan kepada saya selamat bertugas di tempat yang baru dengan promosi jabatan sebagai Kepala Bidang PRP (Penyiapan Rencana dan Program) di Provinsi Kalimantan Timur. Pada akhir tahun 1995 kumulai pengabdianku di Provinsi terluas di Indonesia sampai dengan tahun 1999, saat menjelang Kantor Wilayah Departemen dilikwidasi menjadi Dinas dibawah Pemerintah Daerah.
Tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 adalah tahun-tahun yang sangat meresahkan bagi seluruh Karyawan Departemen Transmigrasi dan PPH, karena dengan Keputusan Presiden Gus Dur beberapa Departemen dibubarkan termasuk Departemen Transmigrasi dan PPH. Banyak kawan-kawan yang ditugaskan di daerah, pulang ke Jakarta tidak mendapatkan tempat. Alhamdulillah saya mendapat kepercayaan sebagai Kepala Sub Direktorat Disain Teknis pada suatu badan yang mengurusi pengungsi dan eks transmigran pasca kerusuhan pada Kementrian Mobilisasi Penduduk dan Transmigrasi. Setelah Kementrian tersebut akhirnya dibubarkan, dan berdirilah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, saya masih dipercaya sebagai Kepala Sub Direktorat Kawasan Strategis. Jabatan tersebut dijalani hanya 5 bulan kemudian dipindahkan sebagai Kepala Sub Direktorat Perencanaan Kawasan. Selang satu tahun kemudian dipromosikan menjadi Direktur Penyiapan Tanah Transmigrasi, pada Direktorat Jendral Pembinaan Penyiapan dan Pemindahan Transmigrasi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Selama kurun waktu pengabdiannya sampai dengan saat ini, penugasan keluar negeri hampir setiap tahun dilakukannya, dan kursus-kursus formal maupun non formal di negara-negara asia selalu diikutinya, hal itu untuk menambah ilmu dan wawasan dalam rangka untuk memperlancar melaksanakan tugas-tugasnya sebagal abdi negara. Seminar-seminar ilmiah diikutimya di berbagai even baik didalam maupun di luar negeri. Karya hasil penelitiannya telah diterbitkan baik secara sendiri maupun bersama teman se profesi di journal ilmiah baik tingkat internasional maupun nasional tentang pertambangan dan lahan.