Belakangan viral di media pemberitaan terkait pulau-pulau yang dimiliki Indonesia hendak dilelang atau bahkan dijual. Informasi ini bahkan tersebar ke media asing terkait penjualan pulau. Kepulauan Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara menjadi sorotan banyak pihak karena masuk dalam situs asing Private Islands inc. dengan menggunakan istilah “Islands for Sale” seakan Indonesia menjual pulau tersebut. Belakangan diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan bekerja sama dengan PT Leadership Island Indonesia (LII) untuk pengelolaan wisata dan potensi di Pulau Widi. PT LII pulalah selaku pemegang hak pengelola yang mendaftarkan ke situs asing tersebut dengan harapan mengundang investor-inverstor asing dalam bentuk iklan berita. Namun iklan ini menimbulkan tafsir yang berbeda di masyarakat bahwa seakan-akan pulau tersebut sedang dijual ke pihak asing. Banyak pihak bereaksi keras terhadap isu ini dan menjadi viral di media massa.

Atas latar belakang tersebut, Keluarga Alumni Teknik Geodesi (KATDESI) UGM menyelenggarakan acara diskusi kritis untuk membahas terkait penjualan pulau yang viral di Indonesia. Diskusi ini diharapkan dapat mewadahi berbagai kalangan, mulai dari masyarakat, akademisi hingga instansi terkait duduk perkara yang terjadi terkait penjualan pulau. Berbagai pertanyaan dari masyarakat perlu dijawab dengan tepat misinformasi dari banyak pihak perlu untuk diluruskan. Kegaduhan dan kebingungan akan penjualan pulau yang beredar di masyarakat diharapkan dapat terjawab dengan hadirnya 2 narasumber yang luar biasa yakni His Excellency Duta Besar L. Amrih Jinangkung, S.H., LL.M sebagai Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementrian Luar Negeri Indonesia dan Ir. Gabriel Triwibawa, M.Eng.Sc. sebagai Direktur Jenderal Tata Ruang Kementrian ATR/BPN.

Acara diskusi kritis yang diselenggarakan secara virtual melalui zoom meeting dan live youtube pada Sabtu, 24 Desember 2022 ini dimulai tepat pukul 09.00 WIB. Acara dibuka oleh Ketua KATDESI UGM Periode 2022-2025 yakni Fakhrurrazi, S.T. Ketua KATDESI menyampaikan jika acara diskusi ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan membuka wawasan pengetahuan terkait isu kedaulatan dan hak kepemilikan yang dibahas. Senada dengan itu, Ketua Departemen Teknik Geodesi, Prof. Ir. Trias Aditya K.M., S.T., M.Sc., Ph.D., IPU. Juga menyampaikan jika diskusi ini sangat penting untuk dilaksanakan, karena hal ini menyangkut kedaulatan, penetapan batas, bagaimana pengelolaannya serta hak-hak pengelolaannya perlu untuk dikaji dengan jelas dan kritis.

Acara diskusi kritis dipandu oleh I Made Andi Arsana, S.T., M.E., Ph.D. berlangsung dengan pemaparan materi oleh narasumber 1 dan 2 kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Narasumber 1, Pak Amrih Jinangkung secara jelas memaparkan terkait jual beli pulau dari aspek hukum internasional. Pak Amrih Jinangkung menjelaskan jika kegiatan jual beli pulau, maka terdapat 4 komponen yang terlibat:

  1. Termasuk perbuatan hukum dan bersifat transaksional
  2. Terjadi antar subjek hukum
  3. Terdapat objek yang diperjual-belikan
  4. Akan menimbulkan akibat hukum

Komponen penting yang perlu diperhatikan adalah objek yang dijual. Hal ini karena objek yang dijual dapat berupa pulaunya, haknya, atau lainnya sehingga perlu didefinisikan dengan jelas apa yang dijual dan apa yang dibeli. Selain itu perlu diperhatikan pula terkait subjek hukum. Contohnya apakah subjek yang menjual ini memang memiliki hak untuk menjual? Dengan demikian subjeknya harus jelas dalam isu ini. Pak Amrih memberikan banyak contoh praktek jual beli, contohnya antara jual beli wilayah antara Prancis dan AS, jual beli pulau Necker Islands, sewa-menyewa tanah/ pulau antara Cina dan Inggris, antara AS dan Kuba hingga tukar menukar wilayah antara Belanda dan Portugis saat zaman kolonial. Namun 1 hal yang pasti, dari seluruh contoh yang diberikan seluruhnya mentaati 4 komponen yang dijabarkan seperti apakah termasuk perbuatan hukum? Jika iya apakah termasuk ke kegiatan jual beli atau sewa menyewa? Jika kegiatan jual beli, maka objek apa yang diperjual belikan? Siapakah yang melakukan jual beli? Apakah penjual menjual sesuatu yang bukan haknya untuk menjual? Komponen-komponen inilah yang secara hukum dipaparkan dengan jelas oleh Pak Amrih. Dari kasus Pulau Widi, Pak Amrih memaparkan bahwa objek yang diperjualbelikan adalah hak pengelolaan dan pemanfaatan. Kepemilikan pulaunya pun tidak serta merta berpindah ke pihak asing karena Indonesia sendiri melarang pihak asing untuk memiliki hak milik wilayah termasuk pulau. Isu kedaulatan tidak perlu dikhawatirkan karena pulau tersebut tidak dijual ke pihak asing melainkan hanya pelelangan saham untuk hak pengelolaan. Hal yang perlu dikhawatirkan adalah isu-isu lain seperti masalah lingkungan hidup, konservasi dan perekonomian apabila wilayah tersebut dikelola pihak asing dan sebagainya.

“kita tidak perlu khawatir dengan isu kedaulatan karena pulau tersebut tidak dijual ke pihak asing. Tidak ada transfer kedaulatan”

His Excellency Duta Besar L. Amrih Jinangkung, S.H., LL.M

Narasumber kedua yakni Pak Gabriel membahas pengaturan pulau dari aspek penataan ruang dan pertanahan. Dalam konteks tata ruang, terdapat 69% pulau-pulau kecil dan terluar yang belum masuk dalam tata ruang. Artinya adalah pulau-pulau ini belum memiliki rencana tata ruang untuk pengelolaan dan pemanfaatannya. Indonesia juga memiliki banyak pulau-pulau yang belum bersertifikat (79%). Untuk Pulau Widi sendiri termasuk dalam kawasan lindung sehingga tidak perlu disertifikatkan. Hal ini menjadi pertanyaan bagaimana kawasan lindung ditransfer pengelolaannya? Hal ini kemungkinan dilatarbelakangi proses MoU yang tidak sesuai dengan ketentuan seharusnya antara Pemerintah Daerah dengan pihak swasta. Pengelolaan pulau-pulau kecil sendiri diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan. Dalam pengelolaannya intinya harus mencakup aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Masing-masing aspek memiliki regulasi yang mengatur operasionalnya. Perencanaan pemanfaatan ruang ini yang diagregasikan ke dalam RTRW dan didetilkan ke RDTR. Namun sayangnya di Pulau Widi hal ini tidak tersentuh karena dari Tata Ruang Provinsi dan Tata Ruang Kabupaten menunjukkan bahwa Pulau Widi adalah kawasan lindung, sehingga tidak ada pola ruang, struktur ruang dan indikasi program di dalamnya.

Dari segi pengelolaan sendiri sudah lebih ketat dari sebelumnya karena ada tahapan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang akan menilai kesesuaian rencana tata ruang. KKPR berfungsi sebagai kontrol agar penataan ruang lebih terkendali. KKPR sendiri terbagi menjadi KKPR darat dan laut, yang dikeluarkan oleh Kementrian ATR/BPN dari rekomendasi Menteri KKP. Dengan demikian dalam pengelolaan pulau, seharusnya ada legitimasi dari KKP dan atau KLHK. KKPR inilah yang digunakan untuk mengeluarkan izin untuk pengelolaan. KKPR berfungsi layaknya portal untuk mengelola, yang membatasi agar rencana pengelolaan ruang sesuai.

“Kepemilikan pulau sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan bahwa tidak dapat dimiliki oleh WNA. Adapun yang diperjualbelikan adalah pengelolaannya dalam bentuk hak pakai atau hak sewa”.

Ir. Gabriel Triwibawa, M.Eng.Sc.

Dari acara diskusi kritis ini, terlihat bahwa antusiasme yang sangat besar dari berbagai kalangan. Tercatat jumlah peserta zoom meeting adalah 177 orang yang berasal dari berbagai instansi, mulai dari instansi pemerintahan, swasta, akademisi dan masyarakat. Hal ini menunjukkan semangat yang besar untuk menelisik lebih dalam terkait fakta sebenarnya dari isu penjualan pulau. Antusiasme peserta yang besar juga terlihat saat sesi tanya jawab dimana sangat banyak sekali pertanyaan yang menghujani narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan peserta pun bukan pertanyaan biasa melainkan seluruhnya adalah pertanyaan yang berbobot, memiliki latar belakang dan sangat kritis. Hal ini mengindikasikan bahwa diskusi kritis ini sangat diperlukan sebagai wadah untuk berbincang bersama, berbicara 2 arah, meluruskan misinformasi, membenahi kesalahpahaman dan sebagai tempat ‘duduk bersama’ membahas terkait isu kedaulatan dan hak kepemilikan dalam perspektif hukum dan geospasial.

Comment

Tulisan Lainnya

After Report Sarasehan Profesi Geodesi

02.11

Sarasehan Profesi Geodesi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Reuni KATDESI 2022 yang diselenggarakan

  • No React!

After Report Reuni KATDESI 2022

24.10

Pada tanggal 9-10 September 2022 lalu, KATDESI (Keluarga Alumni Teknik Geodesi) UGM bersama Departemen

  • No React!