Sarasehan Profesi Geodesi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Reuni KATDESI 2022 yang diselenggarakan pada tanggal 10 September 2022, dengan tema “Mengulas Potensi Geodesi yang Terdeformasi”. Total terdapat 6 pembicara yang sangat menginspirasi, antara lain Dr. Lilik Kurniawan, S.T., M.Si., Ir. Trias Kurniawan M., S.T. M.Sc., Ph.D., IPU., Ir. Gabriel Triwibawa, M.Eng. Sc., Ir. Mokh. Zaim Nurhidayat, S.T., Nimas Hayu Merlina Anggarini, S.T., dan Iwan Gunawan, Ph.D. Serta, tak kalah menginspirasinya, acara ini dimoderatori oleh Ketua KATDESI yang baru, yaitu Bapak Fakhrurrazi, S.T.

Dengan bertambahnya zaman, dunia semakin kompleks dan batas antar satu sama lain semakin melebur, membuat ilmu seolah-olah harus melakukan penyesuaian, seperti penggabungan beberapa bidang ilmu yang menjadi satu ataupun pengerucutan suatu bidang ilmu. Dengan tema yang cukup kontroversial, di sini akan dikupas mengenai potensi geodesi, apakah benar telah terdeformasi atau malah sebaliknya. Kata “terdeformasi” di sini dapat bermakna ketika di beberapa negara bidang ilmu geodesi telah dilebur dengan bidang ilmu lainnya ataupun ketika lapangan pekerjaan yang harusnya diisi oleh lulusan geodesi, justru diisi oleh lulusan IT atau geografi. Namun pada kenyataannya, banyak juga lulusan geodesi yang “mendeformasi” lapangan pekerjaan yang bisa dikatakan tidak ada unsur geospasial di dalamnya. Bapak Iwan Gunawan, Ph.D. menyampaikan, “Apa yang saya jadikan modal untuk berkarir di dunia adalah ilmu geospasial, sehingga bukan hanya bidang ilmu kita yang ‘terdeformasi’, tapi saya juga ‘mendeformasikan’ bidang ilmu kita ke lembaga non-spasial, di mana ilmu geospasial menjadi kunci.”

Dari waktu ke waktu, dunia semakin berubah, sehingga kita perlu untuk mengadaptasikan bidang ilmu kita dengan perkembangan yang ada karena kita merupakan satu kesatuan dengan dunia. Apalagi dalam dua tahun terakhir, dunia dihadapkan pada situasi pandemi yang berdampak pada semua sektor. Dalam bidang survei dan pemetaan sedikit banyak juga terdampak, seperti berkurangnya volume pekerjaan dan lain sebagainya. Dr. Lilik Kurniawan, S.T., M.Si. mengatakan, “Pada suatu keadaan di mana kita tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, di sanalah bidang ilmu kita terdeformasi.”

Kemudian, Bapak Ir. Mokh. Zaim Nurhidayat, S.T. menceritakan pengalaman beliau di PT. Adaro Energy Indonesia Tbk, di mana semakin bertambahnya tahun alat-alat surveying yang digunakan juga mengalami perkembangan dan kemajuan. Beliau juga menceritakan mengenai berbagai pengalaman pekerjaan di berbagai bidang ilmu, seperti peternakan dan agribisnis, di mana dalam penyelesaian beberapa masalah atau pengambilan keputusan membutuhkan konsep dasar keilmuan geodesi.

Menilik jumlah mahasiswa di Program Studi Teknik Geodesi UGM, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, di mana pada tahun 2022 mahasiswa baru berjumlah 150 lebih. Kontributor alumni Teknik Geodesi terbanyak di Indonesia adalah berasal dari UGM. Terdapat hal menarik di sini, di mana sebagian besar alumni lulusan Teknik Geodesi UGM bekerja di pemerintahan, di Kementerian Keuangan, Kementerian Tata Ruang, Kementerian Perhubungan, dan lain sebagainya. Sehingga, dari sini dapat disimpulkan bahwa nyatanya banyak sekali alumni yang justru “mendeformasi” lingkungan kerjanya.

Selanjutnya, Ibu Nimas Hayu Merlina Anggarini, S.T. membagikan pengalamannya sebagai seorang perempuan yang bekerja di bidang geospasial. Beliau menyatakan bahwa tidak ada perbedaan atau perlakuan diskriminatif terhadap perempuan di dunia kerja. Banyak peluang kerja di bidang geodesi bagi perempuan, bahkan tidak sedikit pula yang menekuni profesi sebagai surveyor di lapangan. Pesan beliau bagi para geodet perempuan adalah agar tetap optimis dan bersaing secara kemampuan di bidang profesi geodesi.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab dan diskusi, yang kemudian diikuti dengan sharing pengalaman oleh Bapak Ir. Gabriel Triwibawa, M.Eng.Sc. Beliau membagikan pengalamannya selepas lulus kuliah tahun 1989, yaitu sebagai juru ukur. Beliau menyampaikan bahwa sejatinya seorang geodet tidak hanya mengukur jarak dan sudut, melainkan juga “mengukur” sumber daya, potensi (strength and weakness), peluang dan ancaman, serta risiko dalam rangka pengambilan keputusan. Selain menekuni profesi sebagai juru ukur, beliau juga pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Keuangan di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta selama 4 tahun, yaitu mulai tahun 2002 hingga 2006. Hal ini membuktikan bahwa seorang lulusan geodesi tidak hanya melulu bekerja di bidangnya saja, tetapi lebih dari itu juga dapat merambah ke bidang lain. Artinya, pernyataan bahwa potensi geodesi terdeformasi tidaklah benar, justru potensi geodesi lah yang mendeformasi bidang profesi lain. 

 Akan tetapi, untuk memaksimalkan potensi Geodesi, diperlukan adanya pembelajaran yang inovatif. Hal ini disampaikan oleh Bapak Iwan Gunawan, Ph.D bahwa proses pembelajaran di dunia perkuliahan harus dapat mengakomodasi ilmu-ilmu dasar. Namun, di sisi lain, kemampuan problem solving harus dapat terakomodasi pula. Pembelajaran berbasis problem solving dapat menjadi solusi untuk dapat memaksimalkan potensi Geodesi, terutama pada saat lulus dari dunia perkuliahan. Skema yang dapat diambil adalah apabila terdapat permasalahan di dunia nyata, penyelesaian tidak langsung oleh para ahli, melainkan dilempar atau didiskusikan terlebih dahulu oleh mahasiswa dan dosen di mata kuliah terkait. Dengan begitu, mahasiswa terlatih untuk menyelesaikan permasalahan nyata dengan ilmu-ilmu dasar yang telah dimiliki.

Skema pembelajaran lainnya yang dapat diambil adalah dengan merangkul program studi atau ranah ilmu lain untuk mengadakan kegiatan kolaborasi. Sebagai contoh, Teknik Geodesi mengadakan mata kuliah semacam field study dimana dalam mata kuliah tersebut, pesertanya tidak hanya dari Geodesi, melainkan dapat dari Geografi, Teknik Sipil, Perencanaan Wilayah dan Kota, maupun program studi lainnya. Harapannya, dengan adanya kegiatan kolaborasi tersebut, mahasiswa dapat memahami permasalahan di lapangan dari berbagai perspektif ilmu, sehingga potensi yang dimiliki Geodesi akan semakin maksimal.  

Dalam menghadapi fenomena “deformasi”, seorang geodet harus memiliki kekuatan dan kemampuan. Kekuatan yang dimiliki oleh Geodesi adalah unsur spasial. Hal ini dikarenakan unsur spasial dibutuhkan di seluruh sektor, seperti pertambangan, kehutanan, pertanahan, dan lain sebagainya. Kemampuan yang penting dimiliki oleh seorang geodet adalah mengenai extra relation dan hubungan dengan para buruh. Kemampuan tersebut menjadi nilai tambah bagi seorang geodet, terutama di sektor pertambangan karena extra relation memerlukan suatu kompetensi yang linier. Selanjutnya, penting juga bagi geodet untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. 

Lalu, apa saja yang sebenarnya perlu dipersiapkan oleh mahasiswa di bidang geospasial? Ibu Nimas Hayu Merlina Anggarini, S.T. dalam sarasehan bersama perusahaan-perusahaan di bidang geospasial mengatakan bahwa kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh mahasiswa geospasial adalah information and technology skills seperti coding. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya zaman, market dari produk-produk geospasial semakin berubah yang mana perubahan tersebut kurang dapat diakomodasi oleh traditional geodetic engineering skills. Oleh karena itu, mahasiswa dituntut untuk mengembangkan hard skills sesuai dengan perkembangan teknologi seperti computer science, data science, machine learning, dan lain sebagainya. Pengembangan hard skills dapat difasilitasi dengan adanya semacam mentoring antara alumni di bidang tertentu dengan mahasiswa yang berminat dengan bidang tersebut sehingga mahasiswa akan mendapatkan insight baru terhadap pekerjaan di bidang yang diminati. Hal ini seperti yang telah dipraktikkan di kampus-kampus besar, salah satunya National University of Singapore dan Nanyang Technological University. 

Hal yang tidak kalah pentingnya dengan hard skills yang juga harus dimiliki oleh geodet adalah soft skills. Berbicara tentang soft skills, spatial intelligence merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh seorang geodet. Spatial intelligence menitikberatkan pada kebiasaan berpikir secara ruang, dengan berpikir bukan terhadap kita tetapi terhadap lingkungan. Selanjutnya, soft skills lainnya yang perlu dikuasai oleh geodet adalah kemampuan analisis terhadap data. Seorang geodet tidak hanya dituntut untuk mendapatkan data ukuran, tetapi juga dituntut untuk dapat menganalisis data pengukuran tersebut untuk keperluan pengambilan keputusan. 

Selain itu, soft skills lainnya yang perlu dimiliki oleh seorang geodet adalah visionary thinking terhadap kemungkinan-kemungkinan perubahan di masa depan, khususnya dalam bidang geospasial. Kemudian, juga menjadi hal penting untuk menjaga integritas, salah satunya kejujuran. Visionary thinking dan integritas akan menjadi potensi yang sangat luar biasa yang dimiliki oleh seorang geodet dalam menyongsong proyek-proyek di suatu perusahaan. Life long learning juga menjadi soft skills yang juga harus dimiliki oleh geodet. Kemampuan ini untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Komunikasi, kolaborasi, dan kemampuan problem solving menjadi kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki. Hal ini dikarenakan dalam memecahkan masalah, perlu adanya kolaborasi dengan berbagai pihak.

Dapat disimpulkan, bahwa fenomena “deformasi” di sini bergantung pada banyak faktor, baik faktor internal dari setiap individu maupun faktor eksternal. Nyatanya, potensi geodesi hingga saat ini masih sangat eksis dan bahkan banyak alumni yang membuktikan dapat “mendeformasi” lingkungan kerjanya dan memanfaatkan ilmu geospasial dalam memecahkan berbagai permasalahan.

Comment

Tulisan Lainnya

After Report Diskusi Kritis: Menggugat Penjualan Pulau

26.12

Belakangan viral di media pemberitaan terkait pulau-pulau yang dimiliki Indonesia hendak dilelang atau bahkan

  • No React!

After Report Reuni KATDESI 2022

24.10

Pada tanggal 9-10 September 2022 lalu, KATDESI (Keluarga Alumni Teknik Geodesi) UGM bersama Departemen

  • No React!