Penulis termasuk orang yang dipaksakan menjabat sebagai penanggung jawab pengelola pendidikan di saat-saat paling sulit yang pernah dialami Jurusan Teknik Geodesi UGM. Hal ini karena belum adanya dosen tetap yang memiliki kepangkatan-jabatan (baca : bertahan dalam kegelapan/kesulitan) berjuang mengajar mahasiswa se-angkatan pertama dan kedua (sejak 1962 sampai 1967 tidak menerima mahasiswa), kemudian mulai menerima mahasiswa baru lagi 1968. Penulis sebenarnya bertiga (pernah belajar di OSU), tercatat Djoko WS, Budihardjo, dan Prijono. Kedua rekan keluar karena memang nasib dosen yang serba sulit (gaji rendah dibandingkan di Departemen lain). Maka dengan pangkat masih terlalu muda (baca : Asisten, gol. lll/a) terpaksa diangkat menjadi Kepala Bagian (kemudian menjadi sebutan Ketua Jurusan mulai 1972). Bermodal nekat, dan berani dalam salah satu rapat di Fakultas Teknik UGM akhirnya semua sisa staf tetap/dosen muda kala itu tercatat nama-nama: Rachmad Ph, Hasyimi Masidin (alm), Suprapto (pindahan dari FTI-UGM Cabang Magelang), Suharsana dan Soepono telah sepakat melanjutkan program pendidikan dalam kondisi yang ada.

Penambahan staf baru mulai dapat bangkit dipelopori angkatan 1968/69 (tercatat Sutaat, Djawahir, Hadiman, Sri Narni), dan selanjutnya mulailah bisa dihitung jumlah dosen tetap (lebih 20 orang) sampai dekade 1990-an saat era bantuan pengiriman dosen ke luar negeri lewat progam bantuan Bank Dunia IX. Problem lain bermunculan, kala terjadi penumpukan semacam “bottle neck” sehingga perlu upaya kerja ekstra pengurus kala itu (penulis sangat dibantu sekretaris waktu itu, Ir. Hasyimi (alm) diteruskan Ir. Suprapto, untuk mendobrak “bottle neck” dengan paket kerja sama rekan-rekan dari ITB, dan perusahaan swasta di Jakarta, serta ada pula bantuan Janhidros TNI AL untuk mendapatkan tema skripsi dan pengalaman lain bagi para mahasiswa agar kenal dengan lapangan kerja nantinya.

Bisa dikatakan aneh (tetapi nyata) kalau setidaknya ada 4 kali menjabat untuk mengelola pendidikan dengan segala resiko (agar mahasiswa tidak terhambat dan dirugikan masa studinya) menjadi Ketua Jurusan Teknik Geodesi sejak 1972 hingga 1984 (dengan selang pengurus dijabat oleh Ir. Rachmad Ph pada 1976-1978). Untuk membantu pemahaman profesi tidak sulit kala itu karena setiap ada kesempatan membantu proyek (kerja sama instansional) banyak mahasiswa yang diikutsertakan (baik untuk mencari pengalaman ataupun untuk topik tugas akhir/skripsi).

Sebagai upaya untuk memperkuat institusi pendidikan, telah banyak diupayakan adanya kerjasama (sebagai embrio pendidikan jenjang Diploma kala itu) mulai ada kesepakatan lewat MoU (Memorandum of Understanding) antara UGM dan Departemen PUTL (sekarang PU) lewat pola pendidikan: Pendidikan Brevet-C Ahli Ukur. Untuk kemudian berkelanjutan menjadi program Diploma-3 sebutan Ahli Ukur PU-UGM. Sebagai loncatan bagi alumninya banyak pula lulusan Prodip ini (PU-UGM) dapat melanjutkan ke S-1 untuk mendapat gelar Insinyur kurikulum lama (sistem 5 tahun), kemudian berubah dengan dasar Acuan Dikti Departemen P dan K, dimulailah pola SKS menjadi kurikulum 9 semester (144 SKS).

Pengalaman mengelola (membantu pendidikan) dalam program pendidikan, kiranya penulis tidak bisa lepas dari permintaan instansi lain, maka sering dilibatkan dosen (terbatas jumlahnya) baik sebagai dosen tetap di UGM, yang harus membantu mengajar di luar UGM, tercatat sebagai dosen terbang (istilahnya waktu itu) di AKAMIGAS atau Akademi Minyak dan Gas Bumi – Pertamina di Cepu Serta banyak membantu mengajar di lingkungan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Tercatat juga dalam sejarah di saat serba sulit namun masih bisa membantu instansi lain. Penulis tercatat (kala itu sekitar tahun 1968) bersama rekan – rekan dari Kantor Pendaftaran Tanah Semarang, berani mendirikan (baca : membuka APT (Akademi Pendaftaran Tanah di Semarang) bersama Bapak R Kusno (alm) selaku Kepala Kantor Kadaster (KPT Kantor Pendaftaran Tanah) dibantu sekretarisnya Untung Suropati B. Sc (alm) yang juga alumni Teknik Geodesi (angkatan pertama).

APT (Akademi Pendaftaran Tanah) adalah embrio dari Akademi Agraria, yang kini tergabung di Yogyakarta, satu-satunya Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (SPTN). Sebagai catatan juga saat ini (tahun 2009) penulis juga masih mau mengajar di STPN di Godean-Yogyakarta (meskipun tidak penuh). Banyak alumni yang setuju dengan slogan penulis bahwa: mengajar adalah PMA (mahasiswa STPN kenal istilah ini), apa itu? (baca: Penanaman Modal Akhirat). Kembali ke ungkapan atas, makna kebahagiaan itu apa? Mengajar (apalagi kalau terlibat pengelolaan pendidikan yang serba rumit) tidak hanya bermakna PMA tetapi juga bisa mendapatkan rasa humor dan senang bila melihat para lulusannya nanti berhasil (doa orang tua selalu mendoakan yang terbaik bagi anak-anaknya). Suka duka mengelola pendidikan memiliki kiat tersendiri, apalagi kalau bisa ikut merasakan kualitas hasil yang terbaik masa kini dan untuk masa depan yang pasti harus lebih baik lagi.

Sementara sebagai narasumber, penulis pernah pula diminta oleh kampus ITN Malang (pada Jurusan Teknik Geodesi ) untuk membuat/memperbaharui kurikulum 2000 seperti yang juga pernah dilakukan di kampus UGM saat itu (bersama Prof. Jacob Rais), maka dengan mudah menghasilkan kurikulum baru di Teknik Geodesi ITN. Hanya saja saran kedua narasumber (Prof. Rais dan penulis) mengusulkan agar ada ciri khas untuk ITN ialah adanya penonjolan di sektor kelautan, hal ini karena ITN dekat dengan ITS dimana narasumbernya banyak (para geodit alumnus ITB yang telah memiliki kemampuan S3 Kelautan). Saat ini sudah banyak program studi Geomatika (baik di PTN maupun PTS), para alumni dari ITB dan UGM sendiri telah banyak terserap ke semua perguruan tinggi tersebut. Kebanggaan mulai muncul setelah mendengar banyak alumni UGM yang kini menduduki jabatan sebagai Ketua Jurusan/Program studi Geomatika di PTS dan PTN (misalnya antara lain di ITN Malang, ITS Surabaya dan UNDIP Semarang).

Sebagai tugas sampingan (sebagai tenaga dosen luar biasa) setelah purna tugasnya per 1 April 2004, penulis masih diberikan kepercayaan mengasuh di beberapa program studi dengan bekal pengalaman yang ada (terutama dalam sektor pengalaman selama membantu beberapa konsultan proyek swasta) untuk mengasuh mata kuliah Manajemen Proyek. Bagi mahasiswa di luar jurusan Teknik Geodesi, mata kuliah ini ternyata masih sangat diperlukan. Penulis tercatat mengasuh kode mata kuliah MFS-2841 untuk program studi S-1 Geofisika (3 SKS) di Fakultas MIPA-UGM sampai saat ini. Sementara di STPN juga masih diminta mengasuh Fotogrametri bersama alumni yang lain. Sedangkan di kampus Teknik Geomatika cukup mengajar di PS. Geomatika (Prodip) saja.

catatan: Tulisan ini dikutip dari tulisan Bapak Ir Prijono di buku Refleksi Inspiratif Pemetaan Jejak Perjalanan Alumni Teknik Geodesi UGM pada rangkaian Peringatan Setengah Abad Teknik Geodesi FT UGM, yang diterbitkan pada 28 Mei 2009.

………………………………

Ir. Prijono, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1960 (nomor alumni: 4). Pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknik Geodesi FT UGM periode 1972-1974, periode 1974-1976, periode 1978-1981, dan periode 1981-1984.

Comment

Tulisan Lainnya

Beasiswa Katdesi

Beasiswa Katdesi Menebar Kebahagiaan

06.10

KATDESI terus membuktikan komitmennya dalam mendukung pendidikan tinggi, khususnya di bidang Teknik Geodesi. Salah

  • No React!

Benang Emas Teknik Geodesi UGM (2): Perjalanan Penelitian dan Pengabdian untuk NKRI

28.12

Sebagai dosen wajib melaksanakan penelitian tercermin dalam tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi mulai dari

  • No React!