Prakata

Ketika pertama kali saya dihubungi oleh Bu Yulaikhah untuk menulis di Buku 50 Tahun Teknik Geodesi ini, saya menolak. Alasan saya adalah saya merasa belum apa-apa sehingga belum pantas mengisi buku ini. Saya rasa masih banyak alumnus lain yang lebih pantas untuk bercerita. Tapi rupanya Bu Yulaikhah lalu ‘melapor’ kepada Pak Rochmad, dan kemudian Pak Rochmad menelpon saya. Menurut beliau, sudah merupakan hasil rapat bahwa saya harus mengisi Buku ini, sekaligus mewakili Geodesita (loh, kan ada Bu Sari Bakosurtanal, ada Bu Christine yang tetep energik, ada mbak Tanti juga kan?). Tapi ya sudahlah, saya tidak mau membantah atau mengecewakan para dosen saya dulu (nanti kualat), apalagi kata Pak Rochmad, ini bukan cerita kesuksesan tapi cerita bagaimana alumni Geodesi menapaki dunia selepas kuliah, entah ada hubungannya dengan ilmu Geodesi atau tidak. Akhirnya, jadilah saya menulis di sini (yang saya bagi menjadi beberapa bagian, supaya pembaca bisa ‘bernafas’). Mudah-mudahan bermanfaat terutama untuk adik-adik mahasiswa atau yang baru lulus, syukur-syukur bermanfaat pula untuk almamater tercinta. Amien.

I. Masa Mantan Mahasiswa

Selepas wisuda pada 19 Agustus 1992, saya sempat ‘menganggur’ beberapa bulan. Disebut menganggur, karena ketika itu pekerjaan saya masih sebatas meneruskan pekerjaan sambilan sejak kuliah Semester IV, yaitu membimbing anak-anak belajar. Anak didik saya ketika itu ada yang masih sekolah SD, tapi ada juga yang SMP dan SMA (sayangnya tidak ada mahasiswa yang privat atau ikut bimbingan belajar). Selain itu, kesibukan saya yang lain seperti halnya para mantan mahasiswa umumnya adalah menulis, mengirim, stau memasukkan lamaran ke instansi atau lembaga apapun yang kira-kira mau menerima saya sebagai pegawainya. Bahkan saking nekadnya (soalnya sudah rikuh sama orang tua, sudah hampir 2 but wisuda tetapi belum bekerja), saya pernah memasukkan lamaran ke toko swalayan. It pun tidak diterima. Mungkin mereka sungkan, Insinyur dengan IP di atas 3 kok bekerja di swalayan.

Pada sekitar bulan Oktober 1992, ada banyak instansi pemerintah membuka pendaftaran untuk penerimaan PNS. Kesempatan yang tidak saya sia-siakan, karena sejak semula saya ingin menjadi PNS (saja). Setelah proses administrasi, saya mengikuti test tertulis dan wawancara di Bakosurtanal dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, saya juga memasukkan lamaran ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah itu, lama rasanya tak ada berita diterima tidaknya saya di instansi-instansi itu. Baru pada bulan Februari 1993, dalam waktu yang hampir bersamaan, datanglah surat panggilan dan saya dinyatakan diterima sebagai Calon PNS dari Direktorat Jenderal Pajak, dari Badan Pertanahan Nasional dan dari Bakosurtanal. Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah mendengar doa panjang hamba-Nya. Senang, tapi juga bingung menentukan pilihan, mana yang harus saya pilih. Setelah mendengar saran suami (saya menikah dengan teman alumnus Geodesi juga, pada 5 Desember 1992), orangtua, mertua, serta memohon petunjuk Allah lewat sholat malam, serta dengan pertimbangan masih sedikitnya alumni Geodesi di Ditjen Pajak, maka pilihan jatuh pada Direktorat Jenderal Pajak, (Untuk itu, saya mohon maaf kepada Ibu Sari dari Bakosurtanal, karena tidak jadi menemani beliau sebagai sesama alumni Geodesita di sana).

II. Masa Diklat dan Awal Bekerja

Akhirnya, pada bulan April 1993, mulailah saya memasuki kawah candradimuka-nya pegawai pajak, yaitu Diklat Penyesuaian Tugas Tingkat III Khusus Keahlian Pajak (DPT III KKP) di Pusdiklat Perpajakan, Jakarta. Maka mulailah hari-hari saya belajar tentang hukum, pajak, hukum dan pajak. Tentunya beda sekali dengan ketika kuliah dulu, di mana dominan pelajaran adalah pelajaran eksakta dengan rumus-rumus yang rumit; di sini saya menelaah pasal-pasal dengan peraturan pelaksanaannya yang rumit pula. Cukup jenuh tentunya ketika setiap hari musti belajar dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Sempat terpikir, jangan-jangan ilmu kuliah (ilmu Geodesi) tidak terpakai lagi di pajak ini. Dugaan itu seketika berubah ketika 6 bulan kemudian sampai pada penjurusan (spesialisasi), dan saya beserta teman-teman CPNS yang berasal dari Fakultas Teknik, Kehutanan, Pertanian dan Geografi dikelompokkan dalam Spesialisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); sedangkan teman yang berasal dari Jurusan Akuntansi masuk dalam spesialisasi Pemeriksa Pajak, yang alumni Hukum, Managemen dan Studi Pembangunan masuk dalam kelas Pajak Umum (PPh dan PPN). Dari situ, maka mulailah ilmu Geodesi terjamah, bahkan cukup banyak dipakai pada administrasi PBB. Ternyata setiap Objek Pajak PBB (seluruh tanah dan perairan) di seluruh wilayah Indonesia ini (sudah dan akan) dipetakan dalam peta yang dinamakan Peta Blok. Kami juga mendapat pelajaran bagaimana membuat kerangka peta, bagaimana mengukur bidang tanah, bagaimana mengukur detail, seperti halnya pelajaran Ilmu Ukur Tanah dulu.

Akhirnya, pada Oktober 1994, selesailah Diklat yang memakan waktu 18 bulan itu (Diklat terpanjang di dunia kali), dan kami semua ditempatkan di kantor-kantor pajak di seluruh Indonesia. Saya mendapat tempat di Kantor Pelayanan PBB Bekasi bersama seorang teman alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung – Ir. Samon Jaya. Kami ditempatkan di Seksi yang sama, yakni Seksi Pendataan dan Penilaian. Seksi inilah yang bertugas mendata Objek – Subjek Pajak PBB dan menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Jadi tidak lari terlalu jauh dari ilmu yang kami peroleh di bangku kuliah, bahkan bisa langsung menerapkan dan mengembangkan ilmu sesuai kebutuhan institusi dan kemajuan teknologi Alhamdulillah, sebagai pegawai yang masih baru, kami mendapat cukup kepercayaan dari pimpinan. Yang paling berkesan (karena menanggung beban tanggungjawab yang cukup berat) adalah: Kepala Kantor (ketika itu Bp. Timbul Boedihardjo. SH-alm-) baru akan menyetujui sebuah Surat Keputusan Keberatan (jawaban atas Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak) setelah ada paraf salah satu dari kami, padahal ketika itu kami masih pegawai baru dan masih sebagai pelaksana (belum memegang sebuah jabatan)! Satu lagi yang berkesan adalah kami selalu diserahi tugas sebagai mentor setiap kali ada pegawai baru (dari Sarjana maupun D II STAN) yang magang di kantor kami. Jadi rupanya pengalaman mengajar saya ketika masih kuliah dulu, bermanfaat pula di dunia kerja.

Kira-kira bulan September 1996, ada tawaran dari Ditjen Pajak untuk beasiswa S2 di Magister Ekonomika Pembangunan (MEP), Fakultas Ekonomi, UGM. Banyak teman mendaftar. Sayapun ikut mendaftar, tadinya sekedar pengin tahu, seperti apa sih soal-soal test masuknya? Waktu itu belum ada kemantapan dan ijin suami, karena kalau lolos berarti saya harus pindah ke Jogja. Pada waktu itu tempat kerja suami adalah di sebuah perusahaan pemetaan di Cibinong dan kebetulan kami baru saja membeli sebuah rumah di Bekasi. Jadi rasanya tidak mungkin kalau kami harus pindah ke Jogja. Namun saya sampaikan ke suami, bahwa ini kan cuma coba-coba test saja, belum tentu juga keterima.. Dan akhirnya, ikutlah saya pada test itu. Siang selesai test, sorenya langsung pengumuman. Tak disangka tak diduga, ternyata saya lolos. Senang, sekaligus bingung. Namun masih ada waktu untuk berpikir. Setelah berdiskusi dengan suami, merenung kembali, serta berserah diri pada Illahi, kami berkeyakinan bahwa jalan inilah yang telah digariskan oleh Allah kepada kami sekeluarga. Kami tidak tahu apa yang nanti akan terjadi, tapi Insyaallah inilah jalan yang terbaik. Akhirnya pada Oktober 1996, mulailah saya dan anak kami (ketika itu masih satu orang) hijrah ke Jogja, sementara suami tetap menetap di Bekasi.

III. Masa Studi S2

Kuliah S2 ternyata lebih ‘enak’ dibandingkan kuliah S1. Hal itu mungkin karena mahasiswa-mahasiswa di kelas kami semuanya adalah pegawai (pegawai pajak, pegawai Pemerintah Daerah serta dosen), di mana usia antara mahasiswa dan dosen juga sebagian besar tidak terpaut jauh, maka hubungan antar mahasiswa dan dosen lebih cair. Ujian juga sebagian besar open book karena banyak langsung studi kasus. Jadi, menyenangkan juga kuliah ini. Gaji pun dibayar penuh, padahal kami tidak perlu masuk kantor.

Sekitar pertengahan tahun 1997, badai krisis menerpa dunia, termasuk Indonesia, termasuk perusahaan tempat suami bekerja. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pada Juli 1998, suami mengikuti jejak kami hijrah ke Jogja, memulai usaha baru dan bergabung dengan sebuah perusahaan konsultan di Jogja yaitu PT. Puser Bumi. Dan kami (mungkin juga sebagian besar erang di Indonesia) menjalani masa-masa prihatin. Akibat krisis ekonomi, harga-harga mempat luar biasa (Contoh: susu anak kami yang semula hanya Rp. 20.000,-per kaleng, berubah menjadi Rp. 80.000,- per kaleng) sementara penghasilan suami malah menurun dan penghasilan saya tidak naik. Tapi kami ayem, karena sebagai keluarga kami bisa berkumpul.

Pada Agustus 1998, Alhamdulillah saya diwisuda. Dan kami telah berketetapan bahwa kami ingin menetap di Jogya (memang benar bahwa Yogyakarta Berhati Nyaman), sehingga saya mengajukan permohonan untuk dapat ditempatkan di Jogjakarta. Alhamdulillah permohonan saya dikabulkan, dan mulailah saya meninggalkan Kampus Biru serta aktif kembali di Kantor Pelayanan PBB Yogyakarta.

IV. Masa Aktif Bekerja

Kira-kira setengah tahun kemudian, saya dipromosikan sebagai Kepala Sub Seksi Pengurangan di KP. PBB Yogyakarta. Banyak sekali nikmat dan pelajaran yang saya peroleh selama bekerja di KP.PBB Yogyakarta. Hubungan antar pegawai yang demikian mengeluarga, dedikasi pegawai tua yang tetap loyal dan bersemangat, serta para pegawai mudanya yang cerdas dan gampang bekerjasama. Sungguh suatu harmoni institusi yang ideal. Di sana saya juga mendapat kesempatan untuk turut mengajar pada Diklat-diklat yang diadakan oleh Balai Diklat Keuangan Yogyakarta (dulu Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan/ BPLK), utamanya pada materi Pemetaan (bekal utamanya dari pelajaran Ilmu Ukur Tanah di T. Geodesi), juga materi Penilaian (bekal utama dari materi kuliah di S2). Selain itu, saya masih sempat bersantai dan bergembira dengan bergabung dalam kelompok Kolintang (di mana saya sekaligus didapuk sebagai koordinatornya), yang setiap 3 (tiga) bulan sekali mengisi acara (siaran) di RRI Yogyakarta, sekaligus menyelipkan sosilaisasi/penyuluhan perpajakan. Rupanya keikutsertaan saya di Paduan Suara Mahasiswa UGM pada era 1988-an dulu memberikan manfaat pula di dunia kerja.

Di KP. PBB Jogja pula, saya menjadi sering bertemu dan berhubungan (dinas) dengan mantan dosen-dosen saya di Geodesi dulu (antar lain Pak Sumaryo, Pak Gondang Riyadi, Pak Waljiyanto, Pak Istarno, Pak Hadiman, dll), serta dengan mantan kakak kelas (Pak Rochmad) dan adik kelas yang sekarang menjadi dosen di sana (dik Yeni, dik Yuli, dik Diyona, dll) Hingga ketika pada tahun 2001-an Teknik Geodesi membuka Program D III T. Geomatika saya diajak oleh Pak Gondang dan Dik Yeni untuk turut berpartisipasi di sana, dan saya diberi amanah sebagai Dosen Luar Biasa yang mengampu Mata Kuliah Pemetaan Kadastral Fiskal Alhamdulillah, saya bisa bertemu dan bergabung kembali dengan habitat saya yang dulu. Sesuatu yang sangat menggembirakan. Selain itu, saya juga sempat membimbing skripsi 3 (tiga) orang mahasiswa S1 (seorang diantaranya sekarang menjadi pegawai di Ditjen Pajak juga, seorang berhasil lulus tapi saya tidak tahu sekarang di mana, seorang lagi waktu itu belum sempat lulus sampai saya pindah ke Surakarta). Kegiatan lainnya adalah sebagai tutor Kursus Perpajakan di Magistra (terima kasih kepada Pak Damanhuri, sekarang Kepala Desa Sinduadi, yang membuka jalan untuk saya).

Pada Februari 2002, saya terkejut ketika Direktur Jenderal Pajak memberikan amanat dan memberi saya sebuah jabatan baru, yakni sebagai Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi di KP. PBB Surakarta. Surakarta? Wah, saya menangis membaca Surat Keputusan Dirjen Pajak itu. Anak-anak saya bersekolah di Jogja, suami bekerja di Jogja. rumah (Alhamdulillah) juga di Jogja. Masak saya harus tinggalkan semuanya? Saya hampir tidak mau berangkat mematuhi perintah itu. Sekalipun itu jabatan yang didambakan banyak orang, namun saya merasa sangat berat meninggalkan keluarga, terutama anak-anak yang masih kecil-kecil (anak pertama kelas 3 SD, sedangkan anak kedua masih TK Kecil). Namun dengan dukungan suami dan teman-teman, saya akhirnya memenuhi perintah itu, namun saya nglajo (pulang balik) Jogja – Solo – Jogja setiap hari, sehingga anak-anak tidak perlu pindah sekolah dan setiap hari saya bisa bertemu keluarga, walaupun badan terasa capek. Alhamdulillah waktu itu masih cukup muda, sehingga sanggup nglajo, bahkan masih sempat ikut mengajar di BDK Jogja, juga menjadi tutor pada Kursus Pajak yang diadakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi (PPA) UGM, serta mengajar di Prodip III Geomatika UGM pada hari Sabtu. Oh ya, sewaktu di KP. PBB Surakarta, saya sempat terpilih sebagai Kasi Teladan (untung bukan Kasi Telatan yah ?).

Masa keprihatinan itu akhirnya berlalu juga. Pada Juli 2004, terbitlah Surat Keputusan Dirjen Pajak, yang antara lain memindahkan saya ke tempat tugas yang baru, yakni sebagai Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi KP. PBB Yogyakarta. Alhamdulillah, apalagi saat itu saya sedang mengandung anak ketiga. Selamat tinggal kereta Prameks, selamat tinggal bus Eka, selamat tinggal Sumber Kencono, selamat tinggal pak Becak di perempatan Manahan Solo, selamat tinggal pak Parkir di terminal Solo, selamat tinggal para pedagang asongan terminal Solo, yang semuanya selama ini telah menjadi sahabat saya. Dan saya melangkahkan kaki lagi ke Gedung Keuangan Negara di Jl. Kusumanegara Yogyakarta (walaupun pada ruangan yang berbeda). Di sini, selain sebagai Kasi Pengolahan Data dan Informasi, saya juga menjabat sebagai Koordinator Pelayanan (seperti halnya ketika saya bertugas di KP. PBB Surakarta). Banyak suka dukanya berhadapan langsung dengan Wajib Pajak. Tapi yang pasti lebih banyak dukanya, eh jengkelnya (he..he..), karena pada dasarnya semua orang ingin dilayani sebaik dan secepat mungkin. Kami memang mengupayakan hal itu, namun mungkin belum bisa memuaskan seluruh Wajib Pajak. Salah satu nilai plus yang kami berikan adalah, setiap Wajib Pajak bisa melihat objek pajaknya melalui Peta Blok dan Peta ZNT dalam setiap unit PC yang kami sediakan di setiap petugas pelayanan. Dengan melihat peta dengan penampilan yang menarik dan data yang informatif, terbukti Wajib Pajak lebih antusias dalam berkomunikasi dengan petugas pajak. Hal ini tentu sangat membantu kedua belah pihak. Selain itu, ada jenis-jenis pelayanan tertentu yang bisa kami selesaikan dalam 1 (satu) hari.

Selama bertugas di KP. PBB Yogya ini, karena kesibukan pelayanan, saya hanya sempat mengajar pada Program D I Perpajakan STAN di Yogyakarta untuk dua Angkatan. Itupun di Angkatan ke-2 banyak saya delegasikan kepada asisten. Sedangkan di Angkatan 1, saya terpilih sebagi dosen favorite. Selain itu, mengajar di Brevet Pajak juga saya lepaskan / serahkan kepada teman. Sedangkan untuk mengajar di DIII Geomatika masih sempat saya penuhi karena jadwalnya adalah hari Sabtu (kantor kami libur). Namun ketika kehamilan anak ke-3 saya sudah mulai membesar (bulan ke-8), saya terpaksa non aktif sampai kemudian melahirkan, dan seterusnya karena kesibukan mengurus anak-anak.

Sabtu, 27 Mei 2006, tentu setiap orang Jogja tidak akan pemah lupa. Pada saat itulah terjadi bencana gempa bumi yang melanda Jogjakarta dan sekitarnya. Kantor kami termasuk yang rusak cukup parah. Untungnya, pada saat itu, kami sedang libur sehingga tidak ada korban jiwa di kantor. Alhamdulillah pula server SISMIOP (Sistem Managemen Informasi Objek Pajak), tempat di mana seluruh data PBB disimpan, tidak mengalami kerusakan sehingga amanlah data Negara itu. Seminggu kami masih berbenah dan mengunjungi teman-teman yang menjadi korban. Minggu berikutnya pelayanan mulai buka lagi dengan menempati lobi gedung (persis di depan pintu), dengan harapan, jika sewaktu-waktu ada goncangan, kami bisa langsung lari keluar. Dan itu benar-benar kami alami beberapa kali. Pada bulan Agustus, kami pindah kantor ke Jl. Tunjung dengan menyewa sebuah rumah, karena kantor kami akan dirobohkan (aduh, sedih deh, karena kantor itu banyak kenangan dan telah membesarkan saya). Enam bulan setelah pindah, kantor kami di Jl. Tunjung itu terkena bencana lagi, yakni angin ribut. Masya Allah. Untungnya, bencana itu datang selepas Maghrib, jadi sedang tidak ada karyawan di sana. Lagi-lagi esoknya kami harus memberikan pelayanan darurat. Dengan data dan perlengkapan seadanya, kami tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat, yakni hanya dengan satu meja di depan pintu Kamipun sempat diolok-olok teman, ke manapun kami pergi kok dioyak bencana, he he…

Pada bulan Februari 2007, keluar lagi SK Dirjen Pajak yang memindahtugaskan saya ke tempat yang baru, yakni di Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian Kanwil Direktorat Jenderal Pajak D.I. Yogyakarta. Sampai sekarang, saya masih pada posisi itu, dan Alhamdulillah saya menikmatinya. Di sini saya bisa belajar, bagaimana menjadi pemimpin dan pembimbing bagi kantor-kantor operasional di bawah Kanwil DIY. Walaupun saya tidak lagi mengajar di luar kantor (karena sekarang jam kerja kami ketat sekali), namun saya masih menjadi trainer untuk diklat-diklat yang diadakan oleh kantor maupun Balai Diklat Keuangan. Selain sebagai sarana belajar bagi diri sendiri, mengajar adalah hiburan dan selingan dari rutinitas kantor, sekaligus ibadah,..Insya Allah. Di Kanwil ini, saya juga kerap ditugaskan untuk memberikan penyuluhan, baik langsung kepada audience maupun lewat radio dan televisi. Doa dan harapan saya adalah, semoga Allah senantiasa memberikan tempat bekerja yang terbaik untuk saya dan keluarga. Amien.

PENUTUP

Saya sering bertanya-tanya, benarkah seorang ibu bisa sukses di karir dan keluarga? Rasanya sangat sulit, kalau tidak mau dibilang tidak mungkin. Karena ketika kita ingin maksimal di salah satunya, otomatis yang lainnya harus sedikit dikorbankan. Mau dua-duanya berjalan beriringan, berarti dua-duanya tidak maksimal. Itu pandangan saya. Saya akan salut jika ada Superwoman yang bisa sukses sekaligus di karir, tapi bisa juga sempurna meladeni suami dan fokus mendampingi anak-anaknya.

Satu hal yang ingin saya sampaikan (terutama untuk adik-adik saya) adalah, ketika kita berserah diri dan menjalani dengan ikhlas apa yang sudah digariskan Allah untuk kita, maka Insya Allah itulah yang terbaik untuk kita. Hal lain yang juga penting adalah, bahwa kita sangat perlu mencari dan mengumpulkan pengalaman dan ketrampilan sebanyak-banyaknya, terutama pada masa sebelum bekerja, Insya Allah hal itu akan sangat bermanfaat ketika kita memasuki dunia kerja.

——————————–

Ir. Aniek Juliarini, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1986 (nomor alumni: 612). Pernah menjabat sebagai Kasi Bimbingan Pendataan dan Penilaian, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak DI Yogyakarta.

——————————–

Catatan: Tulisan ini dikutip dari buku Refleksi Inspiratif Pemetaan Jejak Perjalanan Alumni Teknik Geodesi UGM pada rangkaian Peringatan Setengah Abad Teknik Geodesi FT UGM, yang diterbitkan pada 28 Mei 2009.

——————————–

Comment

Tulisan Lainnya

Perjalanan Karier Seorang Alumni Teknik Geodesi UGM Semua Ilmu Dapat Bermanfaat dalam Menunjang Kehidupan yang Bermakna

08.08.2024

Muchtar Luthfie, demikian nama yang diberikan oleh kedua orang tua saya, pasangan Bapak M.

  • No React!

Laporan dari Dihidros

22.02.2024

Ilmu hidrografi ternyata sangat berkaitan erat dengan geodesi. Selama berdinas di Dishidros TNI AL

  • No React!

Pengalamanku Sebagai Surveyor Hidrografi

22.02.2024

Peringatan 50 tahun Jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada merupakan refleksi perjalanan panjang dari

  • No React!

Geodesi dan Peranannya Dalam Industri Hulu Migas : Selayang Pandang dan Sekelumit Pengalaman di Pertamina EP

22.02.2024

Sejarah Singkat Industri Migas di Indonesia Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, Migas memiliki peran

  • No React!

Kisah Perjalanan Seorang Alumni Geodesi UGM Angkatan 1990

22.02.2024

Tidak terasa sejak menyelesaikan kuliah di Jurusan Teknik Geodesi UGM tahun 1995 berarti sudah

  • No React!

Perjalanan Seorang Kontraktor

16.02.2024

Akhir tahun 1991, “Pendadaran” membuat perut saya mulas. Ini adalah ujian akhir secara komprehensif

  • No React!

Berkarir di Bidang Teknologi Informasi

16.02.2024

Selepas wisuda, Agustus 1990 saya mencoba mencari peluang (tertarik) kerja di bidang TI (Teknologi

  • No React!

Perjalanan dan Peluang Karier Seorang Geodet dalam Rimba Pertahanan Dirgantara

16.02.2024

Tidak secuilpun terlintas dalam benak saya saat mendaftar di Fakultas Teknik Jurusan Geodesi UGM

  • No React!

Geodesi itu Apa Sih?

16.02.2024

Pertanyaan “Geodesi itu mempelajari apa sih?” masih sering saya jumpai sampai saat ini. Orang

  • No React!

Perjalanan Karier Seorang Henny Leksmana

16.02.2024

Henny Leksmana adalah seorang yang bekerja di bidang properti, berpengalaman menjadi seorang developer, artinya

  • No React!

Jejak Perjalanan Seorang Surveyor

09.02.2024

Jejak Perjalanan Semua sistem pendidikan tentulah memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem Dendidikan lama di

  • No React!

Mimpi Alumni Jawa Timur

08.02.2024

Pada akhir tulisan ini nanti, kami mempunyai harapan ada seorang Dosen Jurusan Teknik Geodesi

  • No React!

Catatan Perkuliahan dan Pekerjaanku

08.02.2024

Pendahuluan Sms dari pak Maryo (30/1/09 jam 11:15:31) sangat mengejutkan saya, beliau menulis bpk

  • No React!

Prajurit Juru Ukur Sejati

08.02.2024

Harmen Batubara, Tono Saksono, Bambang Yuwono (alm), Moh.Singgih dll., adalah mahasiswa Geodesi angkatan 73

  • No React!