Ilmu hidrografi ternyata sangat berkaitan erat dengan geodesi. Selama berdinas di Dishidros TNI AL tidak lepas dari kegiatan yang berkaitan dengan sesuatu yang “berbau” geodesi dan penentuan posisi, bahkan tidak hanya itu, ketemu lagi dengan Hitung Perataan, Proyeksi Peta, Datum, kartografi, GIS, Penginderaan Jauh, sampai dengan centering optis-pun masih sangat akrab. Yang sangat mengesankan adalah kenyataan bahwa masih banyak peta laut yang perlu ditransformasikan dari Bessel 1841 ke WGS84. Kami terlibat langsung dengan penelitian parameter transformasi datum peta laut Indonesia, dan itu sangat menantang untuk digeluti. Kami juga bersyukur bahwa ilmu yang dipelajari pada saat kuliah sangat bermanfaat dan bisa diterapkan di dunia nyata bahkan ada beberapa pelajaran pada saat kuliah, yang baru bisa dipahami dan terasa manfaatnya saat ini. Sayangnya, banyak teman-teman kuliah dulu yang “outstanding” dan idealis, bekerja di bidang lain yang tidak ada hubungannya dengan geodesi.
Hidrogafi
Dalam studi yang dilakukan pada waktu proyek kerjasama antara ITB dengan UNB (1985-1990) dimana telah diteliti kurikulum pendidikan hidrografi dan dibandingkan dengan kurikulum pendidikan geodesi, ternyata bahwa 80% jenis mata kuliah hidrografi termasuk jenis mata kuliah geodesi (Relation between Hydrography and another scientific fields, David E. Wells, 1985).
Apabila kita lihat “pohon geodesi” yang digambarkan Vanicek (Geodesy the Concept-Peter Vanicek), dimana salah satu dahan besarnya dari pohon geodesi itu adalah hidrografi, maka saat ini “dahan hidrografi” tersebut telah dicangkok dan ditanam disebelah “pohon geodesi”, dan “pohon hidrografi” hasil cangkokan tersebut telah tumbuh subur. Itulah gambaran ilmu hidografi saat ini dan sejarah hubungannya dengan ilmu geodesi. Atas dasar itu, pendidikan hidrografi mulai tumbuh subur dimana-mana, dimulai dari Negara seperti Canada, Jerman, Inggris, Amerika dan lainya. Oleh sebab itu pengembangan pendidikan hidrografi sangat cocok dilakukan oleh pakar-pakar geodesi (Syamsir Mira).
Hidrografi pada mulanya digunakan untuk keperluan navigasi, dimana kapal-kapal memerlukan gambaran keadaan dasar laut dengan peta lautnya (Navigational Chart) untuk kegiatan pelayaran. Dengan meningkatnya ketergantungan manusia akan laut dan perkembangan teknologi, hidrografi sampai dengan saat ini digunakan untuk berbagai keperluan lainnya seperti: eksplorasi, rekayasa, militer, diplomasi, riset, geodinamika, dan lainnya.
Peta Laut
Salah satu produk hidrografi yang sangat penting adalah peta laut yang digunakan kapal untuk bernavigasi. Dalam membuat produk tersebut, selain ilmu geodesi (bidang survei dan pemetaan laut) dibutuhkan bidang ilmu lain yaitu nautika (ilmu pelayaran) ataupun oseanografi. Ilmu yang berkaitan dengan pembuatan peta laut tersebut adalah kartografi nautis (Nautical Cartography). Hingga saat ini produk peta laut sudah berkembang dari paper product menjadi electronic product, walaupun paper product masih efektif untuk digunakan bernavigasi.
Peta laut mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan peta pada umumnya dikarenakan peta tersebut digunakan untuk bernavigasi. Sebagaimana menurut AH Robinson bahwa Chart is Maps especially designed to serve the needs of navigators, nautical and aeronautical, spesifikasi perlakuan peta laut berbeda dengan peta darat, dan peta laut bukan merupakan peta dasar (general reference map) ataupun peta tematik. Beberapa hal yang spesifik dari peta laut adalah penggunaannya harus dengan beberapa publikasi nautis lainnya, objek di dalamnya tidak terlihat, datum vertikalnya menggunakan muka air surut, jenis warna dalam peta lebih sederhana, pemutakhiran (up date) peta laut sangat intensif, detil topografi yang ditampilkan hanya yang menonjol untuk navigasi,dan bersifat international.
International Hydrographic Organisation/IHO merupakan induk semua lembaga hidrografi dunia yang menaungi semua lembaga hidrografi sehingga diperoleh kesatuan pandang, standar dan produk bidang hidrografi yang ditujukan untuk menjamin keselamatan pelayaran laut, antara lain pada tataran teknis pelaksanaan survei pemetaan laut hingga ke distribusi produk-produk kenautikaan. Salah satunya adalah standarisasi dalam pembuatan peta laut (M4) dan Electronic Navigational Chart/ENC (S57) dengan harapan peta laut yang ada di seluruh dunia memiliki simbol yang sama agar memudahkan para pelaut dalam bernavigasi (web: www.iho.shom.fr).
Kegiatan Dihidros
Sesuai dengan Keppres RI No. 164/1960, Janhidros sebagai Hidrographic Office of Indonesia merupakan wakil resmi Pemerintah Ri (member state) di Lembaga Hidrografi Dunia/International Hydrographic Organization (IHO) yang bermarkas di Monaco. Disamping itu. Dishidros juga merupakan anggota delegasi RI di lembaga Internasional dan regional lainnya seperti International Maritime Organization/IMO, Inter-Governmental Oceanographic Commission/IOC, East Asia Hydrographic Commission/EAHC.
Kerjasama dengan kantor hidrografi negara lain juga sering dilakukan seperti: United Kingdom Hydrographic Office/UKHO, US Naval Oseanographic Office, Japan Hydrographic Association/JHA, Maritime and Port Authority of Singapore, Hydrographic Centre of Malaysia dalam rangka capacity building maupun kerjasama survei dan pemetaan.
Tugas dan tanggung jawab yang diemban Dishidros tidak terbatas pada tugas-tugas yang terkait dengan kepentingan militer dan pertahanan saja, namun juga tataran tugas untuk mendukung kepentingan umum dengan mitra kerja lembaga pemerintah dan lembaga penelitian/pendidikan, seperti Deplu, Dephub, Depdagri, DKP, Bakosurtanal, BPPT, Pertamina, LIPI, dan Perguruan Tinggi dan intitusi kelautan lainnya.
Dalam perkembangan karir, ternyata banyak juga penugasan tambahan dari Dishidros maupun TNI AL terkait dengan hubungan internasional. Salah satu yang cukup menonjol adalah keterlibatan dalam tim teknis penentuan batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga. Apalagi ada TALOS (Technical Aspects on the Law Of The Sea) dan ABLOS (Advisory Board on the Law Of the Sea) yang didominasi dengan berbagai hal yang sangat “geodesi”.
Dalam kegiatan Diplomasi Batas Maritim, Dishidros juga menjadi salah satu institusi utama yang terlibat langsung secara teknis bersama Bakosurtanal untuk mendukung Deplu sebagai leading institution pada negosiasi batas maritim dengan negara tetangga mencakup batas Laut Teritorial, ZEE, Landas Kontinen dan Zona Tambahan.
Produk Dishidros mencakup untuk kepentingan navigasi adalah Peta Laut / Peta Navigasi (Paper Chart dan Electronic Navigational Chart/ENC), Peta Arus, Peta Pariwisata Bahari dan berbagal publikasi nautika antara lain, buku Kepanduan Bahari, Pasang Surut (pasut), Arus pasut. Almanak Nautika. Sedangkan untuk mendukung kepentingan peperangan laut dan pertahanan produknya seperti, Peta Peperangan Ranjau, Peta Operasi Amfibi, Peta Peperangan Kapal Selam dan Peta Tempur Gabungan serta Peta Tata Ruang Pertahanan, yaitu Peta Tematik yang memuat data dan informasi penting terkait berbagai unsur pertahanan.
Tantangan Kedepan
Dengan memperhatikan konstelasi geografi NKRI yang demikian luas dan banyaknya kepentingan yang berkaitan dengan laut serta semakin meningkatnya intensitas penggunaan laut, berimplikasi ke pada banyaknya jumlah data dan Informasi yang akan dikelola, hal tersebut merupakan tantangan yang sangat berat dan tiada habisnya. Perlu lebih difokuskan lagi upaya-upaya menata informasi kelautan dan pantai agar bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat luas.
Melihat peran dan kapasitas Dishidros di berbagai aspek terkait dengan kepentingan militer, diplomasi, keselamatan pelayaran dan pembangunan kelautan nasional/daerah, maka sebagai sebuah Lembaga Hidrografi Nasional dituntut untuk memiliki kemampuan dan selalu meningkatkan kapasitasnya untuk mendukung kepentingan tersebut.
Terkait dengan teknologi survei pemetaan laut yang berkembang sangat cepat dan sebagian besar merupakan produk luar negeri yang sangat mahal, juga merupakan pertanyaan yang harus dijawab oleh ilmuwan-ilmuwan kita, agar tidak selalu terjadi ketergantungan dan ketinggalan. Sebab tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan negara untuk mendapatkan data dan informasi kelautan.
Kenyataan bahwa data kedalaman laut/bathymetry bisa diturunkan dari data gaya berat/gravity dari satelit altimetri (riset Prof. Smith and Sandwell), merupakan suatu hal perlu didalami di Indonesia.
Bisa kita bayangkan kalau pemerintah Amerika menghapus dukungan anggaran operasional satelit GPS. Perlu diketahui bahwa di daratan Amerika sendiri mereka telah mengembangkan beacon positioning system yang dioperasikan oleh perusahaan swasta, sehingga survei bisa dilaksanakan tanpa satelit GPS. Untuk penentuan posisi peperangan ranjau di teluk Jakarta, Dishidros sudah mengantisipasi ketiadaan GPS dengan menggunakan electronic positioning system/EPS dengan ketelitian yang tidak kalah dengan GPS.
Untuk menjawab tantangan yang ada dimasa mendatang salah satu solusinya adalah penerapan manajemen modern, untuk mengelola data dan informasi yang sangat besar kapasitasnya dan flowline yang sangat rumit serta responsif pada demand dari berbagai user. Namun juga harus diimbangi dengan SDM yang appropriate dan berwawasan modern serta menguasai IT.
Sesuai dengan pernyataan Syarnsir Mira tentang pengembangan ilmu hidrografi memang seharusnya dilakukan oleh pakar-pakar geodesi karena kedekatan bidang kajiannya. Dari pengalaman membuktikan bahwa, orang geodesi paling cepat menyesuaikan dalam menyelesaikan tugas-tugas di Dishidros. Namun saat ini Dishidros hanya memiliki lima perwira berlatar belakang geodesi tiga diantaranya alumni UGM.
Harapan
Hidrografi memang sudah selayaknya didominasi orang geodesi, kami berharap ada program studi hidrografi di Jurusan Teknik Geodesi UGM, bahkan sampai jenjang S2 Mengingat kompleksitas ilmu hidrografi, bathymetry dan ocean mapping, perlu juga dijalin kerjasama dengan bidang ilmu lain seperti teknik elektro, akustik, visualisasi, geologi, IT dan lainnya agar bisa menelorkan suatu produk teknologi tepat guna yang mandiri.
Dishidros sebagai leading sector hidrografi di Indonesia saat ini sangat membutuhkan personel geodesi yang berkualitas untuk ikut bergabung menjadi hydrographer of the navy karena sudah delapan tahun terakhir tidak ada masukan sarjana geodesi UGM. Kami rasa harus ada juga orang geodesi-hidrografi yang memperjuangkan misi pembangunan informasi laut dan pantai di tingkat parlemen. Coba lihat website NOAA America, bagaimana mereka sangat efektif mendayagunakan sumber daya negara untuk menfasilitasi semua kepentingan masyarakat di sektor maritim dan pantai.
Pertanyaan, “…yang outstanding dari geodesi bagi negara itu apa sih?” bisa saja muncul dari benak kaum muda. Tentunya itu pertanyaan kita juga yang harus dijawab. Umur 50 tahun adalah umur yang cukup bagi suatu institusi keilmuan untuk menerawang peran dan kontribusi bagi negara. Kapan masyarakat bisa menuai kesadaran spasial/spatial awareness untuk meningkatkan produktifitas mereka? Doktrin kampus kerakyatan masih cukup relevan untuk kita berpartisipasi mengatasi kesulitan rakyat.
——————————–
Kapten laut (KH) M. Qisti Amarona, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1995 (nomor alumni: 1219).
Mayor laut (KH) Muhammad Yazid, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1989 (nomor alumni: 900).
Mayor laut (KH) Sunar Widiyanto, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1986 (nomor alumni: 791).
——————————–
Catatan: Tulisan ini dikutip dari buku Refleksi Inspiratif Pemetaan Jejak Perjalanan Alumni Teknik Geodesi UGM pada rangkaian Peringatan Setengah Abad Teknik Geodesi FT UGM, yang diterbitkan pada 28 Mei 2009.
——————————–