Jejak Perjalanan
Semua sistem pendidikan tentulah memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem Dendidikan lama di Jurusan Teknik Geodesi UGM memungkinkan para mahasiswa kuliah sambil bekerja sampingan sebagai Surveyor atau Chief Surveyor, mengingat jadwal kuliah sering kosong disebabkan keterbatasan jumlah tenaga pengajar pada saat itu. Di sisi lain, terdapat banyak “godaan” penawaran pekerjaan sehubungan masih langkanya petugas ukur di Indonesia. Kondisi ini menguntungkan bagi mahasiswa yang memerlukan dana untuk menyelesaikan studinya, berkaitan dengan keterbatasan dana dari orang tua.
Dengan adanya keterbatasan kondisi perkuliahan tersebut, peluang dan godaan kerja dapat saya manfaatkan sehingga berbuah menjadi pengalaman kerja di bidang pengukuran dan pemetaan pada berbagai proyek, antara lain:
- Rencana Teknis Satuan Pemukiman (RTSP) Departemen Transmigrasi
- Rencana Teknis Jalan Transmigrasi Departemen Transmigrasi
- Pencetakan Sawah Dinas Pertanian Tanaman Pangan
- Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) Departemen PU
- Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT) Departemen PU
- Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai (PIPWS) Departemen PU
- Urban Mapping Badan Pertanahan Nasional
- Survey Route Transmission Line 150 kVA Perusahaan Listrik Negara
Berbekal pengalaman kerja dan ijazah sebagai Sarjana Teknik Geodesi UGM, pada tahun 1986 sampai dengan tahun 1987 saya direkrut menjadi direktur CV. Geodeco, milik Ir. DM. Bachrumsyah, alumnus Teknik Geodesi UGM Angkatan 1973 yang usaha utamanya bergerak dalam bidang Konsultan Teknik. Setelah menimba pengalaman selama dua tahun di CV. Geodeco, terutama dalam bidang manajemen, pemasaran dan keuangan, maka pada tahun 1988 saya mencoba berwira usaha sendiri dengan mendirikan PT. Adiccon Mulye. Name Adiccon adalah singkatan dari Adhi Citra Consultan, sedangkan Mulya adalah te nama dari Notaris dengan harapan kelak akan menjadi benar-benar “mulya”.
Memulai suatu usaha baru (entrepreneur) tentulah merupakan suatu tantangan yang memerlukantekad, niat, kerja keras, perhitungan yang matang dan sedikit “gambling”. Kedua orang tua saya adalah Pegawai Negeri Sipil yang pada saat itu sudah dalam masa purna tugas. Suatu saat saya pernah dinasehati almarhum Ibu sehubungan dengan prihatinnya beliau melihat anaknya yang sering kebingungan. mencari pinjaman dana untuk menjalankan usaha barunya. Ibu berkata “Sudahlah, Ibu sarankan menjadi pegawai saja, tiap bulan mendapat gaji tetap…….”
Sepuluh tahun berlalu, kemelut keuangan pun ikut berlalu, bahkan pemasaran sudah tidak menjadi masalah yang teramat penting lagi. Berbekal profesionalisme, keterbukaan, keadilan, dan kejujuran, akhirnya usaha dan kerja keras saya berbuah kepercayaan. Kepercayaan inilah modal terpenting dalam menjalankan suatu usaha.
Karena kebutuhan tenaga pengajar Jurusan Teknik Geodesi Universitas Diponegoro yang baru berdiri 4 (empat) tahun yang lalu dan keinginan untuk sharing kepada mahasiswa, sejak tahun 2008 saya terpanggil untuk ikut mengajar sebagai dosen luar biasa. Sebenarnya keinginan untuk sharing tersebut tidak lepas dari rasa ingin balas budi pada Jurusan Teknik Geodesi UGM yang telah “mencetak saya.
Ternyata mengajar itu juga enak, dapat membuat badan lebih tegap. Sebagai wirausahawan, tentu saja kita selalu dituntut sopan, hormat (dalam bahasa Jawa: mundhuk mundhuk) apabila menghadap sang empunya kerja (owner). Sewaktu mengajar, kita dapat menghadapi mahasiswa/mahasiswi dengan tegap. Hal ini akan mencegah kebongkokan. Ha…ha…ha…ha…
Paguyuban ’75
Paguyuban ’75 merupakan paguyuban yang dibentuk oleh Alumnus Teknik Geodesi UGM Angkatan tahun 1975 dan dilurahi oleh Bp. Ir. Istarno, MT. Paguyuban ini sebenarnya sudah ada sejak kami menjadi mahasiswa, yang dilurahi oleh Bp. Ir. Cahyo Aryanto, SH, MH. yang sekarang sedang menyelesaikan program doktornya. Lurah Cahyo saat itu banyak mensponsori teman mahasiswa lainnya dalam hal belajar bersama termasuk akomodasinya. pengadaan diktat-diktat dari ITB, kegiatan olah raga dan juga rekreasi orang-orang muda. Paguyuban 75 bertujuan untuk sarana silaturahmi, dan membangun kepedulian terhadap teman-teman seperjuangan yang mempunyai nasib berbeda. Penggalangan dana untuk dapat menunjang kegiatan Paguyuban 75 diperoleh dari kerja sama antar angkatan ’75.
Wacana
Bagian Teknik Geodesi dan Teknik Geologi UGM yang didirikan pada Agustus 1959. dipecah menjadi bagian Geodesi dan Geologi pada tahun 1962. Alumnus Teknik Geodesi UGM saat ini sebagian besar telah menyebar di perbagai instansi pemerintah dan menduduki berbagai jabatan penting, sementara sebagian kecil lainnya bekerja di sektor swasta. Dengan mempertimbangkan potensi yang ada saat ini, kenapa generasi muda tidak melirik untuk memanfaatkan peluang yang ada di bidang Kewirausahaan (entrepreneurship)?
Perlu diingat bahwa, hampir seluruh perencanaan teknis memerlukan peta. Sebagai “insan berkompeten” dalam pembuatan peta, berwirausaha di bidang pemetaan tentulah akan menjadi suatu peluang usaha yang cukup menjanjikan. Sebagai generasi muda penerus bangsa kita harus bisa merubah pola pikir bahwa pegawai negeri adalah “priyayi”. Pandangan tersebut adalah pandangan kuno yang harus sudah berubah. Seperti kita ketahui bahwa makin majunya suatu negara, maka peran swastalah yang akan menjadi lebih besar, sedangkan peran pemerintah adalah hanya sebagai desicion maker.
——————————–
Ir. Nicholas Sutopo, alumni Teknik Geodesi UGM angkatan 1975 (nomor alumni: 268). Pernah menjabat sebagai Komisaris PT. Adiccon Mulya, Direktur CV. Adiccon, Dosen Luar Biasa Prodi Teknik Geodesi Universitas Diponegoro-Semarang.
——————————–
Catatan: Tulisan ini dikutip dari buku Refleksi Inspiratif Pemetaan Jejak Perjalanan Alumni Teknik Geodesi UGM pada rangkaian Peringatan Setengah Abad Teknik Geodesi FT UGM, yang diterbitkan pada 28 Mei 2009.
——————————–